Pages

Rabu, 17 Mei 2017

Sukokerto

Rabu, 17 Mei 2017
Dituliskan kembali oleh RZ Hakim

Istri saya selalu senang bila saya mengajaknya jalan-jalan menyusuri Sukokerto, sebuah desa di Sukowono. Biasanya, kami ambil jalur dari Patemporan hingga ke Sumberkalong, lalu melintasi Ponpes di Sumberwringin, baru kemudian menuju Sukokerto. Di sini, udara terasa sejuk, detik seolah berjalan lambat. Apalagi sejak stasiun di Sukowono tak lagi beroperasi, ia berdampak pada perputaran ekonomi di desa Sukokerto.

Suatu hari di bulan November 1953, Gubernur Jawa Timur (R. Samadikoen) datang berkunjung ke desa Sukokerto untuk meresmikan sebuah sekolah.

Di Sukokerto ada sebuah jalan bernama JL. Imam Sukarto. Ketika terjadi pertempuran maut di Karangkedawung Jember pada 8 Februari 1949, Letkol Moch. Sroedji gugur. Perjalanan menuju perbatasan Jember-Bondowoso dilanjutkan, di bawah kepemimpinan sementara Imam Sukarto, salah satu orang kepercayaan Sroedji. Barangkali ini yang membuat di wilayah utara dan timur Jember tak ada nama JL. Moch. Sroedji, berbeda dengan Ambulu, Bangsalsari, dan Patrang, misalnya. Ia gugur sebelum sampai wilayah ini.

Imam Sukarto menjalani misi darurat itu dengan baik, hingga kemudian bisa melaporkan perjalanan Wingate-action kepada Magenda. Wingate adalah taktik perang, kembali ke kantong Republik dengan cara menyusup di garis belakang musuh/tentara Belanda, dari Kediri-Blitar hingga ke Sucopangepok dan Sukojember, dengan jumlah rombongan ribuan, dan dengan jalur yang tak sama. Ada rombongan kecil, ada rombongan besar. Kiranya, sisa rombongan yang dipimpin oleh Imam Sukarto istirahatnya di Sukokerto. Ketika itu oleh Jenderal Soedirman, mereka diinstruksikan menerapkan strategi Perang Semesta, dimana rakyat adalah tulang punggung kekuatan.

Bila ditarik ke belakang lagi, sejak Jember pisah dengan Bondowoso pada 1883, kita hanya punya empat Wedono/Kawedanan, yaitu Jember, Sukokerto, Puger, dan Tanggul. Hanya itu saja. Sukokerto adalah besar, kini hanya menjadi nama sebuah desa.

Mari kita tarik lagi ke belakang, ketika kita masih masuk Afdelling Bondowoso tahun 1845. Berikut nama-nama distriknya; Distrik Bondowoso (Afdelling Bondowoso), distrik Wonosari, distrik Penanggungan, distrik Sukakerta (Sukokerto), distrik Wringin, distrik Jember, distrik Puger.
Digambarkan ketika itu distrik Jember tak memiliki jalan raya, sebagian hanya jalan setapak, apabila musim hujan jalannya licin dan becek. Sedangkan di musim kemarau ia berdebu. Jumlah penduduk di seluruh distrik Jember di tahun 1845 adalah 9.237 jiwa. Bagaimana dengan distrik Sukokerto? Di tahun 1845, jumlah penduduknya adalah 11.803 jiwa. Secara akses/keterjangkauan, ia lebih dekat dengan Bondowoso. Apalagi sejak 1819 Bondowoso menjadi wilayah yang lepas dari Besuki atas inisiatif Bupati Besuki sendiri, Raden Tumenggung Prawiroadiningrat. Disusul pada 17 Oktober 1850, Bondowoso ditingkatkan lagi statusnya menjadi kabupaten.

Setelah status Jember ditingkatkan dari distrik menjadi Afdelling sendiri pada 13 Januari 1883, maka kisah kebesaran Sukokerto dengan teritorial yang luas hanya tinggal cerita.

TAMBAHAN

Bila saya melihat di arsip-arsip lama, telah ada foto Soekokerto/Sukokerto pada tahun 1885. Itu lama sekali, 132 tahun yang lalu. Setelah ditemukan teknik foto oleh Louis Danguerres dari Prancis pada Agustus 1839, setahun berikutnya Belanda sudah menguasai teknik ini. Sebelumnya, kita hanya bisa menikmati kota-kota di Jawa melalui lukisan atau sketsa.

Sedangkan pelopor keberadaan studio foto baru dimulai pada 1857 di Rijswijk Straat, Jakarta --kini di depan Gedung Harmoni. Pada 28 tahun kemudian, telah ada selembar foto Sukokerto. Bagi saya ini hebat, sebab Sukokerto jauh dari Jakarta, meskipun sama-sama di Jawa. Saat itu belum ada jalur kereta api menuju Sukowono.

Tampak dalam foto itu, di Sukokerto telah ada Jalan Raya, terlihat padat meskipun tidak dengan teknik pengaspalan seperti saat ini.

Teman-teman Sukowono yang baik, foto adalah teknik 'membekukan waktu' paling sederhana, dan paling mudah mempelajari sejarah memang dari foto. Tanpa terlalu banyak kata, ia sudah bicara. Mari kita melacak foto-foto Sukowono di album keluarga kita sendiri, barangkali ada. Tak harus lama sekali, foto tahun 2000an pun bagus, sebab kelak ia akan bercerita pada generasi Sukowono yang kini belum dilahirkan.

Sukowono indah sekali, sejak zaman Blambangan di kerajaan pertamanya, Panarukan.

Ohya, saya penasaran dengan kecamatan yang lekuk-lekuk tanahnya mirip kondisi geografis Bandung ini. Mengapa ia diberi nama Sukowono? *Catatan, di Bandung ada sebuah wilayah bernama Sukawana.

Komentar dari Pak Erfan Afiat Sentosa: Temen asal Bandung pernah coment "Landscape di seputaran Sukowono dan sekitarnya hampir2 kayak di sono.... Bener tidak?"

Komentar dari Bapak Muhammad Holis: "Kbetulan sy prangkat desa skkerto.cek sepa'en buat tambahan profil."

Komentar dari Bapak Krisna Pinsett: "Mas RZ Hakim.. dr masa ke masa yg terjadi saat ini ternyata Sukowono menjadi lbh rame n menjadi Kecamatan yg membawahi desa Sukokerto..itu pertama yg ingin sy ketahui..yg kedua apakah jalan propinsi dr Sempolan ke Maesan melewati Kalisat itu merupakan akses jalan yg dibuat Belanda waktu untuk bisa sambung ke Bondowoso? Ketiga.. bgmana akses jln dr Sempolan ke Jbr n menuju ke Bond apa msh blm dibuat sehingga akan melewati Sk Kerto ? Mks..sy lama di Sukowono.."

RZ Hakim: Bapak Krisna Pinsett yang baik, mohon maaf baru respon, tadi di rumah kontrakan saya sedang banyak tamu. Wah, menjadi terbalik ini, sudah seharusnya saya yang semestinya ngunduh ilmu ke njenengan.

Saya jawab sepengetahuan saya saja nggih Pak.

Terjadinya perpindahan atau perubahan nama memang wajar. Misalnya, daerah yang kini bernama kabupaten Situbondo, mulanya bernama kabupaten Panarukan. Ia baru berubah menjadi kabupaten Situbondo sejak 1972. Karena kantor-kantor pemerintahan, serta perputaran mata uang, dan juga keterjangkauan, lebih strategis di Situbondo. Begitu juga yang terjadi dengan Sukokerto-Sukowono.

Adapun mengenai jalur transportasi, ini yang lebih ahli adalah Mas Hanan :) Yang saya ketahui, sebelum ada kereta api di Sukowono, pihak ondernemer membangun sarana jalan ke pedesaan yang tujuannya untuk menghubungkan kebun yang satu dengan yang lain, dan biasanya milik perusahaan yang sama (satu saham).

Bila yang sampeyan tanyakan mengenai akses jalan Sempolan ke Maesan melewati Kalisat, lalu sambung ke Bondowoso, itu terjadi pada tahun 1937. Jauh sebelumnya, Sukokerto sudah memiliki postweg.

Jadi begini Bapak. Saya pernah membaca SK penting yang dibuat Belanda pada 30 November 1937, dimuat di suratkabar De Indische courant, yang isinya seperti di bawah ini:

Dewan Deputi dari Provinsial Dewan Jawa Timur mengeluarkan SK No. 17/13/6. Isinya, pihak penyelenggara wilayah diberi kewenangan untuk menyediakan sendiri bus umum pada rute:

I. Bondowoso -Wringin - Besuki, en,
II. Jember - Kalisat - Bondowoso
Kemudian,
III. Jember - Maesan - Bondowoso - Panaroekan.

Demikian saja yang saya ketahui Bapak Krisna Pinsett yang baik. Mohon maaf bila terlalu panjang. Terima kasih.

Hanan Kukuh Ratmono: duh. aku mak di celuk.. aku wis lali kabeh ilmu sejarah.. hahahahha.. kemungkinan ada kerancuan antara sukokerto sekarang dan sukokerto jaman dahulu. ini kalo melihat bangunan2 gudang yang ada. ayo mas hakim dan pak Krisna Pinsett di riset lagi.

RZ Hakim: Nah ini ada Mas Hanan, warga Sukowono yang jarang pulang kayaknya. Iya benar Mas. Butuh melacaknya kembali, pelan2. Dulu bangunan di Sukokerto (yang sekarang menjadi desa) didominasi oleh rumah-rumah kayu, sedangkan petinggi Eropa tidak memilih tinggal di sana. Juragannya ada di pertigaan Maesan, sampai2 makam istrinya ada di sana.

Saya butuh mengerti tentang pabrik roti paling lama di Sukowono, dimana kira2? Rumus sederhananya, dimana ada hunian orang Eropa, di sana akan meninggalkan pabrik roti. Juga makam paling kuno di Sukowono, dimana? Kalau peninggalan zaman batu besar (megalitikum) masih ada di Sukosari kan ya? Tapi yang kita lacak adalah era abad XIX Sukowono, jadi tak harus setua peninggalan yang di Sukosari.

Sakalangkong.

Krisna Pinsett: Mas RZ Hakim..sangat benar sekali pemikiran jenengan mas..pabrik roti paling tua di Sukowono (maaf kl keliru) berada di utara gudang seng PTPN X Sukowono yaitu rumah alm.SIWI papax Siwi namax Yok Agoy..(sekarang ditempati mebel) saya masih nututi bagaimana yok Agoy membuat roti bulat bulat bentukx..kemudian kl jenengan tanya dimana ada makam tua sy juga tahu krn dulu sy karyawan PTPN Sukowono yaitu berada di pojok belakang sebelah utara.bangunan makamx gaya Eropa tp sekarang sdh jadi tempat bakar sampah tembakau ..sakak dinto tretan ..hihi

Krisna Pinsett: Mgk sahabat2 ada yg tahu ya mengapa setiap kompleks Perkebunan yg ditempati pimpinanx (besaran istilahx) pemerintahan Belanda waktu itu mencari lokasi paling tinggi dataranx? tp ini tidak semua lokasi gudang seng.. yg jelas hampir semua rumah besaran pasti ada bukit kecil dibelakangx.. contoh: gudang seng Skw.. gd seng Sukokerto-Ajung.. lalu di gd seng Kertosari.. Maaf ini kl melenceng jauh dr obrolan seputar Sukowono.. tp msh berhubungan dg pokok bahasan..

Semua perbincangan di atas dilakukan pada 17 Mei 2017 di group Facebook Sudut Sukowono.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sudut Sukowono © 2017